Rabu, 12 Mei 2010

POPULASI DAN METODE SAMPLING

POPULASI DAN METODE SAMPLING

Dalam dunia penelitian kata populasi digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok obyek yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan (universum) dari obyek penelitian. Berdasarkan penentuan sumber data, populasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu Populasi Terbatas (populasi yang memiliki sumber data yang jelas batas-batasnya secara kuantitatif) dan Populasi Tak Terhingga (populasi yang memiliki sumber data yang tidak dapat ditentukan batas-batasnya secara kuantitatif dan hanya dapat dijelaskan secara kualitatif).
Dilihat dari kompleksitas obyek populasi, maka populasi dapat dibedakan menjadi Populasi Homogen (keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi memiliki sifat
sifat yang relatif sama antara yang satu dnegan yang lain dan mempunyai ciri tidak
terdapat perbedaan hasil tes dari jumlah tes populasi yang berbeda) dan Populasi Heterogen (keseluruhan individu anggota populasi relatif mempunyai sifat-sifat individu dan sifat-sifat tersebut yang membedakan antara individu anggota populasi yang satu
dengan yang lain).
Walaupun populasi penelitian memiliki beberapa sifat yang tidak jarang membingungkan, tetapi menjadi tugas peneliti utnuk memberikan batasan yang tegas terhadap setiap obyek yang menjadi populasi penelitiannya. Pembatasan dimaksud harus berpedoman terhadap tujuan dan permasalahan penelitian. Oleh karena itu, dengan pembatasan populasi penelitian akan memudahkan di dalam memberikan ciri atau sifat-sifat dari populasi tersebut dan akhirnya akan memberikan keuntungan dalam penarikan sampel penelitian.
Dalam membangun generalisasi hasil penelitian biasanya digunakan teknik analisis statistik inferensial untuk membuktikan kebenaran dari hukum kemungkinan. Atau dengan kata lain, apabila suatu penelitian menggunakan sampel penelitian, maka penelitian tersebut menganalisis hasil penelitiannya melalui statistik inferensial dan berarti hasil penelitian tersebut merupakan suatu generalisasi. Untuk mendapatkan generalisasi yang baik, disamping harus memperhatikan tata cara penarikan kesimpulan, bobot sampel penelitian harus dapat dipertanggungjawabkan, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian benar-benar mampu mewakili setiap unit populasi.
Dalam kasus populasi homogen, penarikan sampel penelitian tidak terlalu sulit dan dapat dilakukan dengan cara pengundian atau secara acak (random). Lain halnya dengan populasi hiterogen, pengambilan sampel tidak dapat dilakukan sebagaimana dalam populasi homogen dan membutuhkan teknik-teknik khusus yang sejalan dengan sifat populasi hiterogen tersebut. Selain itu, ketepatan penarikan kesimpulan penelitian tidak selalu terkait dengan besar kecilnya jumlah sampel penelitian yang diambil, tetapi yang mampu menjamin ketepatan kesimpulan tersebut adalah sampel penelitian harus benar-benar representatif. Jadi tidak ada gunanya mengambil sampel penelitian yang cukup besar jika diambil dari populasi yang tidak representatif.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sampel penelitian adalah :
Derajat keseragaman (degree of homogeneity) populasi. Populasi yang homogen cenderung memudahkan penarikan sampel dan semakin homogen populasi maka memungkinkan penggunaan sampel penelitian yang kecil. Sebaliknya jika populasi heterogen, maka terdapat kecenderungan menggunakan sampel penelitian yang besar. Atau dengan kata lain, semakin komplek derajat keberagaman maka semakin besar pula sampel penelitiannya.
Derajat kemampuan peneliti mengenal sifat-sifat populasi.
Presisi (kesaksamaan) yang dikehendaki peneliti. Dalam populasi penelitian yang amat besar, biasanya derajat kemampuan peneliti untuk mengenali sifat-sifat populasi semakin kecil. Oleh karena itu, untuk menghindari kebiasan sampel maka dilakukan jalan pintas, yaitu memperbesar jumlah sampel penelitian. Artinya, apabila suatu penelitian menghendaki derajat presisi yang tinggi maka merupakan keharusan untuk menggunakan sampel penelitian yang besar. Yang perlu mendapat pertimbangan di sini adalah presisi juga tergantung pada tenaga, waktu, dan biaya yang cukup besar. Menurut HM. Rahmady Radiany (dikutip Burhan Bungin; 2005: 105) rumus perhitungan besaran sampel adalah : n = (N) / [(N (d)2 + 1)] . Keterangan : n : Jumlah sampel yang dicari; N : Jumlah populasi d : Nilai Presisi (misal sebesar 90% maka d = 0,1) Penggunaan teknik sampling yang tepat. Untuk mendapatkan sampel yang representatif, penggunaan teknik sampling haruslah tepat. Apabila salah dalam menggunakan teknik sampling maka akan salah pula dalam memperoleh sampel dan akhirnya sampel tidak dapat representatif.
Untuk mendapatkan sampel yang representatif, beberapa teknik pengambilan sampel yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

PENGAMBILAN SAMPEL PROBABILITAS (ACAK)
Adalah suatu metode pemilihan ukuran sampel dimana setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel (Husein Umar: 1999). Terdapat tiga cara pengambilan sampel dengan metode acak, yaitu :
Simpel Random Sampling. a. Cara Undian, yaitu memberi nomor seluruh populasi dan dilakukan pengundian secara acak; b. Cara Tabel Bilangan Random, yaitu suatu tabel yang terdiri dari bilangan-bilangan yang disajikan dengan sangat berurutan. Populasi diberi nomor urut dahulu dan dilakukan pengacakaan antara nomor pupolasi dengan tabel acak; dan c. Cara Sistematik / Ordinal, yaitu pemilihan sampel dimana yang pertama secara acak dan selanjutnya pemilihan sampel berdasarkan interval tertentu
Cara Stratifikasi (Stratified Random Sampling). Populasi yang dianggap hiterogen, berdasarkan karakteristik tertentu, dikelompokkan dalam beberapa sub populasi sehingga setiap sub populasi menjadi lebih homogen dan setelah itu masing-masing sub diambil sampelnya secara acak.
Cara Kluster (Cluster Sampling). Pengambilan sampel cara kluster hampir sama dengan cara stratifikasi, tetapi yang membedakan pembagian sub populasi masih homogen, misalnya berdasarkan wilayah atau letak geografis, dan kemudian dari sub populasi tersebut diambil sampel secara acak

PENGAMBILAN SAMPEL NON-PROBABILITAS / NON-ACAK
Pengambilan sampel dengan non acak dilakukan jika semua elemen populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi anggota sampel, misalnya terdapat bagian populasi yang dengan sengaja tidak dijadikan anggota sampel yang mewakili populasi. Terdapat enam cara pengambilan sapel secara non acak (Husein Umar: 1999), yaitu :
Cara Keputusan (Judgment Sampling), yaitu pengambilan sampel dengan terlebih dahulu memutuskan jumlah maupun sampel yang akan diambil dengan tujuan tertentu
Cara Kuota (Qouta Sampling), yaitu jika penelitian untuk mengkaji fenomena tertentu maka responden yang akan dipilih adalah yang diperkirakan dapat menjawab semua permasalahan yang terkait dengan penelitian
Cara Dipermudah (Convinience Sampling), yaitu peneliti memiliki kebebasan untuk memilih siapa yang akan dijadikan sampel atau yang akan ditemui sebagai responden
Cara Bola Salju (Snowball Sampling), yaitu penentuan sampel yang semula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih responden lain yang dianggap tahu terkait dengan permasalahn yang diteliti untuk dijadikan sampel lagi dan seterusnya
Area Sampling, yaitu populasi dibagi menjadi sub populasi dan sub populasi dibagi menjadi sub-sub populasi sampai dengan sub yang terkecil dan baru diambil sampel untuk masuk ke bagian populasi yang lebih besar dan dari bagian populasi yang besar juga diambil sampelnya
Purposive Sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan karakteristik tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteristik populasi yang sudah diketahui sebelumnya
Sumber : santoso

Minggu, 02 Mei 2010

TUGAS RISET AKUNTANSI

ANALISIS SISTEM PENERIMAAN DAN PENGELUARAN KAS PADA PT.XXX

Disusun Oleh :

NAMA : Abner Hendrik Aquardo
NPM : 27208015
Jurusan/Jenjang : Akuntansi/ S1


Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat
Dalam Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S1)



DEPOK
2010


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
PT.xxx merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kontraktor yang besarnya penerimaan berasal dari penjualan jasa elektrikal dan mekanikal. Dalam perusahaan tersebut, kas merupakan komponen yang sangat penting dalam kemajuan dan berjalannya kegiatan usaha perusahaan. Untuk itu, perusahaan harus mempunyai persediaan kas yang cukup.
Mempunyai kas yang tidak cukup dalam perusahaan dapat membahayakan. Sebab ada kemungkinan tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah jatuh tempo. Tetapi mempunyai terlalu banyak kas juga tidak sehat. Uang kas yang menganggur tidak akan menghasilkan apa-apa (Soemarso S.R, 1999:324).
Seperti halnya pada perusahaan-perusahaan yang lain, PT xxx harus mempunyai kas yang cukup sehingga kegiatan operasional perusahaan tetap berjalan lancar. Oleh karena itu manajemen perusahaan harus melakukan perencanaan terhadap kas. Kas dilihat dari sifatnya merupakan aktiva yang paling lancar dan hampir setiap transaksi dengan pihak luar selalu mempengaruhi kas. Kas merupakan komponen penting dalam kelancaran jalannya operasional perusahaan. Karena sifat kas yang likuid, maka kas mudah digelapkan sehingga diperlukan pengendalian intern terhadap kas dengan memisahkan fungsi penyimpanan, pelaksanaan, dan pencatatan. Selain itu juga dilaksanakan pengawasan yang ketat terhadap fungsi-fungsi penerimaan serta pengeluaran kas dan pencatatan.
Menurut Depdikbud dalam buku Sistem Akuntansi (1991:47) pengendalian intern yang baik sebuah perusahaan, penggunaan nomor urut tercetak pada formulir seperti bukti kas keluar, cek, memo kredit, faktur penjualan dan memo debit merupakan elemen pengawasan intern terhadap transaksi yang bersangkutan dengan formulir tersebut.
Dalam penerimaan dan pengeluaran kas diperlukan adanya prosedur yang baik yang nantinya akan sesuai dengan kebijakan manajemen yang telah ditetapkan sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin baik prosedur penerimaan dan pengeluaran kas akan semakin dapat dipercaya besarnya kas pada laporan keuangan tersebut. Lebih dari itu kas juga menggambarkan tingkat likuiditas artinya semakin besar kas, maka semakin likuid (Al. Yusuf, 1985:3). Berdasarkan sistem pengendalian intern yang baik, sistem penerimaan kas dari piutang harus menjamin diterimanya kas dari debitur oleh perusahaan, bukan oleh karyawan yang tidak berhak menerimanya. Untuk menjamin diterimanya kas oleh perusahaan, sistem penerimaan kas dari piutang mengharuskan debitur melakukan pembayaran dengan cek atau dengan pemindahbukuan melalui rekening bank (giro bilyet). Jika perusahaan hanya menerima kas dalam bentuk cek dari debitur, yang ceknya atas nama perusahaan (bukan atas unjuk), akan menjamin kas yang diterima oleh perusahaan masuk ke rekening giro bank perusahaan. Pemindahbukuan juga akan memberikan jaminan penerimaan kas masuk ke rekening giro perusahaan (Mulyadi, 2001:482). Di dalam sistem akuntansi pengeluaran kas, digunakannya cek atas nama akan diterima oleh pihak yang namanya tertulis dalam formulir cek. Dengan demikian pengeluaran dengan cek menjamin diterimanya cek tersebut oleh pihak yang dimaksud oleh pembayar (Mulyadi, 2001:508).
Sistem akuntansi yang diterapkan pada PT xxx tentang penerimaan dan pengeluaran kas pada dasarnya sudah baik. Namun masih ada kelemahan yang masih harus diperbaiki yaitu penerimaan dari debitur yang tidak semuanya menggunakan cek. Dalam melakukan penagihan PT. xxx menerima cek maupun uang tunai dari debitur. Penerimaan kas pada PT. xxx dilakukan melalui penagihan secara langsung oleh perusahaan yang penerimaannya berupa cek serta uang tunai, dan melalui transfer bank. Mestinya penerimaan dari debitur untuk pelunasan hutang mereka menggunakan cek atau melalui transfer bank. Hal ini dimaksudkan untuk pengamanan uang kas agar tidak jatuh ke tangan penagih. Selain itu masih ada kelemahan lagi yaitu penggunaan dokumen bukti kas masuk dan bukti kas keluar yang tidak bernomor urut tercetak.
Melihat kenyataan yang ada belum sesuai dengan teori maka penulis memandang perlu untuk mengkaji kembali sistem akuntansi penerimaan dan pengeluaran kas pada PT. xxx untuk mengemukakan masalah tersebut dalam pembuatan Skripsi dengan judul.
“SISTEM AKUNTANSI PENERIMAAN DAN PENGELUARAN KAS PADA PT.xxx”.






1.2 PERUMUSAN MASALAH
Agar penulisan skripsi ini tidak menyimpang jauh dari judul yang diambil, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas yaitu :
1. Bagaimana Sistem Akuntansi Penerimaan Kas Pada PT. xxx.
2. Bagaimana Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas Pada PT. xxx.

1.3 TUJUAN PENELITIAN
Untuk dapat melaksanakan penelitian dengan baik, maka peneliti harus mempunyai tujuan. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk Mengetahui Sistem Akuntansi Penerimaan Kas pada PT. xxx.
2. Untuk Mengetahui Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas pada PT. xxx.

1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah:
a. Manfaat Teoritis
1. Bagi Peneliti
Untuk mendapatkan pengalaman atau pengetahuan dalam melakukan penelitian dan melatih diri dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah diperoleh.

2. Bagi Akademik
Untuk menambah informasi sumbangan pemikiran dan bahan kajian dalam penelitian khususnya yang akan menyusun skripsi yang ada kaitannya dengan sistem akuntansi penerimaan dan pengeluaran kas.

3. Bagi Peneliti Berikutnya
Memberikan informasi bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

b. Manfaat Praktis
Sebagai bahan masukan atau bahan pertimbangan bagi perusahaan khususnya dalam merancang Sistem Akuntansi Penerimaan dan pengeluaran Kas pada PT. xxx.


1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan yang bertujuan memudahkan jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi skripsi.
Sistematikanya sebagai berikut :

a. Bagian Pengantar Sripsi, meliputi : halaman judul skripsi, halaman pengesahan, abstrak, kata pengantar, daftar Isi, daftar gambar, daftar lampiran.

b. Bagian Utama Skripsi, meliputi :

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan.

BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan konsep-konsep yang mendukung penelitian ini sehingga dapat memecahkan masalah yang akan dibahas, antara lain : mengenai kas, pengertian sistem akuntansi, pengertian kas, sistem akuntansi penerimaan kas, sistem akuntansi pengeluaran kas, dokumen yang digunakan, catatan akuntansi, unsur pengendalian intern terhadap penerimaan dan pengeluaran kas.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang lokasi penelitian, obyek kajian, metode pengumpulan data, metode analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisi hasil penelitian pembahasan.

BAB V PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran




BAB II
LANDASAN TEORI


2.1 Sistem Akuntansi Penerimaan Kas
2.1.1 Sistem Akuntansi.
Sistem akuntansi adalah organisasi formulir, catatan dan laporan yang dikoordinasikan sedemikian rupa untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh manajemen guna memudahkan pengelolaan perusahaan (Depdikbud, 1991:4). Sistem akuntansi terdiri atas dokumen-dokumen bukti transaksi, alat-alat pencatatan, laporan-laporan, dan prosedur-prosedur yang digunakan perusahaan untuk mencatat transaksi-transaksi serta melaporkan hasil-hasilnya (Jusuf Haryono, 2001:395).
Berdasarkan pengertian-pengertian yang diungkapkan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa sistem akuntansi adalah suatu kesatuan untuk mengumpulkan, mengorganisir, mencatat tentang berbagai transaksi perusahaan yang dapat digunakan untuk mebantu pimpinan dan manajemen di dalam menangani jalannya operasi perusahaan.

2.1.2 Pengertian Kas
Kas menurut pengertian akuntansi adalah alat pertukaran yang dapat diterima untuk pelunasan utang dan dapat diterima sebagai suatu setoran ke bank dengan jumlah sebesar nominalnya, juga simpanan dalam bank atau tempat-tempat lainnya yang dapat diambil sewaktu-waktu (Baridwan, 2000:86). Pengertian lain dari segi akuntansi, yang dimaksud dengan kas adalah sesuatu (baik yang berbentuk uang atau bukan) yang dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nilai nominalnya (Soemarso, 1996:323).
Berdasarkan pengertian kas tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kas merupakan sesuatu yang dapat diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nilai nominalnya.


2.1.3 Sistem Akuntansi Penerimaan Kas
Sistem Akuntansi Penerimaan Kas adalah suatu catatan yang dibuat untuk melaksanakan kegiatan penerimaan uang dari penjualan tunai atau dari piutag yang siap dan bebas digunakan untuk kegiatan umum perusahaan (Mulyadi, 2001:500). Sistem Akuntansi Penerimaan Kas adalah proses aliran kas yang terjadi di perusahaan adalah terus menerus sepanjang hidup perusahaan yang bersangkutan masih beroperasi. Aliran kas terdiri dari aliran kas masuk dan aliran kas keluar (Gitosudarmo, 1992:61).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem akuntansi penerimaan kas adalah suatu kesatuan untuk mengumpulkan, mencatat transaksi yang dapat membantu pimpinan untuk menangani penerimaan perusahaan.
Beberapa bentuk pembayaran dari langganan di dunia usaha yang dikenal antara lain :
a. Uang tunai.
b. Cek.
c. Giro bilyet.
d. Transfer lewat bank.
e. Wesel bank.
(Samsul:279).

Cara penerimaan uang dari langganan dapat dilakukan melalui cara :
1. Langganan membayar sendiri atau oleh petugasnya.
2. Harus ditagih oleh kreditur.
3. Kompensasi utang piutang.
(Samsul:282).

Penerimaan kas perusahaan berasal dari dua sumber utama yaitu penerimaan kas dari penjualan tunai dan penerimaan kas dari piutang.
a. Sistem akuntansi penerimaan kas dari penjualan tunai.
Sistem penerimaan kas dari penjualan tunai dibagi menjadi tiga prosedur Yaitu :
1. Penerimaan kas dari over-the-counter sale.
2. Prosedur peneriman kas dari cash-on delivery sale (COD sales).
3. Prosedur penerimaan dari credit card sale.

Fungsi yang terkait dalam sistem akuntansi penerimaan kas dari penjualan tunai yaitu:
1. Fungsi penjualan.
2. Fungsi kas.
3. Fungsi Gudang.
4. Fungsi Pengiriman.
5. Fungsi Akuntansi.

Dokumen yang digunakan dalam sistem akuntansi penerimaan kas yaitu:
1. Faktur penjualan tunai.
2. Pita register kas
3. Credit card sales slip
4. Bill of lading.
5. Faktur penjualan COD.
6. Bukti setor bank.
7. Rekspitulasi harga pokok penjualan.

Catatan Akuntansi Yang digunakan dalam sistem akuntansi penerimaan kas yaitu :
1. Jurnal penjualan.
2. Jurnal penerimaan kas.
3. Jurnal umum.
4. Kartu persediaan.
5. Kartu gudang.

b. Sistem Penerimaan Kas dari Piutang. Penerimaan kas dari piutang dapat dilakukan melalui :
1. Melalui Penagih Perusahaan
2. Melalui Pos.
3. Melalui Lock-Box-Collection Plan.
(Mulyadi, 2001:456-482).

Dalam penelitian yang akan dibahas dalam tugas akhir ini yang akan penulis bahas adalah hanya penerimaan kas yang berasal dari piutang. Menurut sistem pengendalian intern yang baik, semua penerimaan kas dari debitur harus dalam bentuk cek atas nama atau giro bilyet.
1. Penerimaan kas dari piutang melalui penagih perusahaan dilaksanakan dengan prosedur berikut ini :
a. Bagian piutang memberikan daftar piutang yang sudah saatnya ditagih kepada penagih.
b. Bagian penagihan mengirimkan penagih yang merupakan karyawan perusahaan untuk melakukan penagihan ke debitur.
c. Bagian penagihan menerima cek atas nama dan surat pemberitahuan dari debitur.
d. Bagian penagihan menyerahkan cek ke bagian kasa.
e.Bagian penagihan menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian piutang untuk kepentingan posting ke dalam kartu piutang.
f. Bagian kasa mengirim kwitansi sebagai tanda penerimaan kas kepada debitur.
g.Bagian kasa menyetorkan cek ke bank, setelah cek tersebut dilakukan endorsment oleh pejabat yang berwenang.
h. Bank perusahaan melakukan clearing atas cek tersebut ke bank debitur.

2. Penerimaan Kas dari Piutang Melalui Pos dilaksanakan dengan prosedur sebagai erikut :
a. Bagian pengiriman mengirim faktur penjualan kredit kepada debitur pada saat ransaksi penjualan kredit terjadi.
b. Debitur mengirim cek atas nama yang dilampiri surat pemberitahuan melalui pos.
c. Bagian sekretariat menerima cek atas nama dan surat pemberitahuan dari debitur.
d. Bagian sekretariat menyerahkan cek kepada bagian kasa.
e. Bagian sekretariat menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian piutang untuk kepentingan posting ke dalam kartu piutang.
f. Bagian kasa mengirim kuitansi kepada debitur sebagai tanda terima pembayaran dari debitur.

g. Bagian kasa menyetorkan cek ke bank, setelah cek atas nama tersebut dilakukan endorsemen oleh pejabat yang berwenang.
h. Bank perusahaan melakukan clearing atas cek tersebut ke bank debitur.

3. Penerimaan Kas Melalui Lock-Box-Collection Plan dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut :
a. Bagian penagihan mengirim faktur penjualan kredit kepada debitur pada saat transaksi terjadi.
b. Debitur melakukan pembayaran utangnya pada saat faktur jatuh tempo engan mengirimkan cek dan surat pemberitahuan ke PO BOX di kota terdekat.
c. Bank membuka PO BOX dan mengumpulkan cek dan surat pemberitahuan yang diterima oleh perusahaan.
d. Bank membuat daftar surat pemberitahuan. Dokumen ini dilampiri dengan surat pemberitahuan dikirimkan oleh bank ke bagian sekretariat.
e. Bank mengurus check clearing.
f. Bagian sekretariat menyerahkan surat pemberitahuan kepada bagian piutang untuk mengkredit rekening pembantu piutang debitur yang bersangkutan.
g. Bagian sekretariat menyerahkan daftar surat pemberitahuan ke bagian kasa.
h. Bagian kasa menyerahkan daftar surat pemberitahuan ke bagian jurnal untuk mencatat di dalam jurnal penerimaan kas.
(Mulyadi, 2001:493-498).

Prosedur penerimaan uang melibatkan beberapa bagian dalam perusahaan agar transaksi penerimaan uang tidak terpusat pada satu bagian saja. Hal ini perlu agar pengendalian intern dapat dilaksanakan dengan baik.
Fungsi atau unit kerja yang tekait dalam penerimaan kas dari piutang antara lain :
1. Fungsi Sekretariat.
Bertanggung jawab menerima cek dan surat pemberitahuan dari debitur. Fungsi ini juga bertugas membuat daftar surat pemberitahuan atas dasar surat pemberitahuan yang diterima bersama cek dari para debitur.



2. Fungsi Penagihan.
Bertanggung jawab melakukan penagihan langsung kepada debitur melalui penagih perusahaan, berdasarkan daftar piutang yang dibuat oleh fungsi akuntansi.
3. Fungsi Kas.
Bertanggung jawab atas penerimaan cek dari fungsi sekretariat atau dari fungsi penagihan.
4. Fungsi Akuntansi.
Bertanggung jawab dalam pencatatan penerimaan kas.
5. Fungsi Pemeriksa Intern.
Bertanggung jawab atas perhitungan uang kas yang ada di tangan fungsi kas secara periodik (Mulyadi, 2001:487). Pendapat lain mengenai fungsi dalam penerimaan kas adalah
Fungsi yang terkait dalam penerimaan kas dari piutang yaitu :
1. Fungsi Bagian Piutang
Fungsi ini bertugas membuat catatan piutang, menyiapkan dan mengirimkan surat pernyataan piutang, dan membuat daftar analisa umur piutang setiap periode.
2. Bagian Surat Masuk.
Bagian surat masuk bertugas menerima surat yang diterima perusahaan. Surat-surat yang berisi pelunasan piutang harus dipisahkan dari surat-surat lainnya. Setiap hari bagian surat masuk membuat daftar penerimaan uang harian, mengumpulkan cek dan remittance advice. Setelah daftar penerimaan uang harian selesai dikerjakan oleh bagian surat masuk maka daftar tesebut didistribusikan sebagai berikut :
Satu lembar dengan cek diserahkan pada kasir, satu lembar bersama dengan remittance advice diserahkan ke bagian akuntansi.
3. Fungsi Kasir.
Fungsi kasir bertugas menerima uang yang berasal dari bagian surat masuk, pembayaran langsung atau dari penjualan oleh salesman. Setiap hari membuat bukti setor ke bank dan menyetorkan semua uang yang diterimanya. Menyetorkan bukti setor bank ke bagian akuntansi.
4. Fungsi akuntansi
Menerima bukti setor dari bagian kasa.
(Baridwan, 1998:157).


Berdasarkan dua teori tersebut dapat dilihat bahwa teori dari Mulyadi lebih lengkap. Dalam penelitin ini penulis akan menggunakan teori dari Mulyadi karena lebih sesuai dengan keadaan PT. xxx.

Dokumen yang Digunakan dalan Sistem Penerimaan Kas
1. Surat Pemberitahuan.
Dokumen ini dibuat oleh debitur untuk memberitahu maksud pembayaran yang dilakukan. Biasanya berupa tembusan bukti kas keluar yang dibuat oleh debitur. Oleh perusahaan dokumen ini dijadikan dokumen sumber dalam pencatatan berkurangnya piutang.
2. Daftar Surat Pemberitahuan.
Merupakan rekapitulasi penerimaan kas yang dibuat fungsi sekretariat atau fugsi penagihan.
3. Bukti Setor Bank.
Dokumen ini dibuat fungsi kas sebagai bukti penyetoran ke bank. Dokumen ini dibuat rangkap 3.
4. Kuitansi.
Merupakan bukti penerimaan kas yang dibuat oleh perusahaan bagi para debitur yang telah melakukan pambayaran utang mereka (Mulyadi, 2001:488).

Menurut Baridwan (1998:160), fungsi yang terkait dalam sistem penerimaan kas yaitu :
1. Pemberitahuan tentang pelunasan dari langganan (remittance advice) atau amplopnya.
2. Bukti penerimaan uang yang diberi nomor urut tercetak yang dibuat oleh kasir untuk penerimaan uang langsung.
3. Pemberitahuan tentang pelunasan, daftar penjualan salesman, dan lain-lain.
4. Pemberitahuan dari bank tentang pinjaman, penagihan oleh bank,dan lain-lain.
5. Bukti setor bank



Dari kedua teori tersebut teori dari Mulyadi lebih sesuai dengan keadaan PT. xxx.
Catatan Akuntansi yang Digunakan Untuk Mencatat Transaksi Yang Menyangkut Piutang Yaitu :
1. Jurnal Penjualan.
Digunakan untuk mencatat timbulnya piutang dari transaksi penjualan kredit.
2. Jurnal Retur Penjualan.
Digunakan untuk mencatat berkurangnya piutang dari transaksi retur penjualan.
3. Jurnal Umum.
Digunakan untuk mencatat berkurangnya piutang dari transaksi penghapusan piutang yang tidak lagi ditagih.
4. Jurnal Penerimaan Kas.
Digunakan untuk mencatat berkurangnya piutang dari transaksi penerimaan kas dari debitur.
5. Kartu Piutang.
Digunakan untuk mencatat mutasi dan saldo piutang kepada setiap debitur.
(Mulyadi, 2001:260).

Pengendalian Intern Tehadap Penerimaan Kas.
a. Organisasi.
1. Fungsi akuntansi harus terpisah dari fungsi penagihan.
2. Fungsi penerimaan kas harus terpisah dari fungsi akuntansi.

b. Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan.
1. Debitur diminta untuk melakukan pembayaran dalam bentuk cek atas nama atau dengan cara pemindah bukuan.
2. Fungsi penagihan melakukan penagihan hanya atas dasar daftar piutang yang harus ditagih yang dibuat oleh fungsi akuntansi.
3. Pengkreditan rekening pembantu piutang oleh fungsi akuntansi (Bagian Piutang) harus didasarkan atas surat pemberitahuan yang berasal dari debitur.



c. Praktek Yang Sehat.
1. Hasil perhitungan kas harus direkam dalam berita acara perhitungan kas dan disetor penuh ke bank dengan segera.
2. Para penagih dan kasir harus diasuransikan.
3. Kas dalam perjalanan harus diasuransikan.
(Mulyadi, 2001:488-492).


2.2 Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas
Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas adalah suatu catatan yang dibuat untuk melaksanakan kegiatan pengeluaran baik dengan cek maupun dengan uang tunai yang digunakan untuk kegiatan umum perusahaan (Mulyadi, 2001:543). Menurut Depdiknas Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas adalah suatu proses, cara, perbuatan mengeluarkan alat pertukaran yang diterima untuk pelunasan utang dan dapat diterima sebagai suatu setoran ke bank dengan jumlah sebesar nominalnya, juga simpanan dalam bank atau tempat-tempat lainnya yang dapat diambil sewaktu-waktu. (Depdiknas, 2003:535).
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk melaksanakan pengeluaran kas baik dengan cek maupun uang tunai untuk kegiatan perusahaan. Sistem Akuntansi pokok yang digunakan untuk melaksanakan pengeluaran kas yaitu sistem akuntansi pengeluaran kas dengan cek dan sistem akuntansi pengeluaran kas dengan melalui dana kas kecil.
1. Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas dengan Cek
Fungsi Yang Terkait dalam sistem akuntansi pengeluaran kas yaitu :
a. Fungsi Hutang.
Fungsi ini menerima dokumen-dokumen dari bagian lain yang nantinya akan digunakan sebagai dokumen pendukung bukti pengeluaran uang dan menyiapkan bukti pengeluaran uang.

b. Fungsi Kasir.
Fungsi ini menerima bukti pengeluaran uang dari bagian utang, menuliskan besarnya uang yang harus dikeluarkan dalam cek dan memintakan tandatangannya kepada pejabat yang berwenang, serta memberikan cek kepada pihak yang namanya tercantum dalam cek.

c. Fungsi Akuntansi.
Bagian akuntansi yang terkait dalam pengeluaran uang ini adalah bagian kartu persediaan dan kartu biaya serta bagian buku jurnal, buku besar dan pelaporan. Tugasnya yaitu menerima dari bagian utang lembar pertama bukti pengeluaran kas beserta bukti-bukti pendukung. Selain itu menyimpan bukti-bukti pengeluaran uang beserta bukti-bukti pendukung ke dalam suatu file yang disebut dengan file bukti pengeluaran uang yang telah dibayar. Dalam menyimpan bukti-bukti pengeluaran uang ini, sebelumnya diurutkan menurut urutan nomor urut bukti pengeluaran uang.

d. Bagian Pengawasan Intern.
Bagian ini bertugas memverifikasi pengeluaran-pengeluaran uang ini, termasuk mengecek penanggungjawab dari pejabat-pejabat yang berwenang atas dan selama proses pengeluaran uang tersebut
(Nurchamid, 1989:314-315).

Sedangkan menurut Baridwan (1998:187) fungsi yang terkait dalam sistem pengeluaran kas yaitu :
a. Bagian Utang.
Bagian ini bertugas membandingkan faktur pembelian dengan laporan penerimaan barang. Faktur pembelian yang dilampiri dengan laporan penerimaan barang
b. Bagian pengeluaran uang, berfungsi :
1. Memeriksa bukti-bukti pendukung faktur pembelian atau voucher untuk memastikan bahwa dokumen-dokumen tersebut sudah cocok dan perhitungannya benar serta disetujui oleh orang-orang yang ditunjuk.
2. Menandatangani cek.
3. Mengecap “lunas” pada bukti-bukti pendukung pengeluaran kas atau melubanginya dengan perforator.
4. Mencatat cek ke dalam daftar cek (check register). Check register dapat juga dikerjakan di bagian akuntansi.

5. Menyerahkan cek kepada kreditur (orang yang dibayar).

c. Bagian Internal Auditing
Dalam hubungannya dengan prosedur utang dan pengeluaran kas, bagian internal auditing bertugas untuk memeriksa buku pembantu utang , mencocokkan dengan jurnal pembelian dan pengeluaran uang.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut penulis akan menggunakan teori dari Nurchamid karena lebih sesuai dengan keadaan yang ada pada perusahaan.

Dokumen yang digunakan dalam sistem pengeluaran kas
a. Dokumen pelengkap pengadaan dan penerimaan barang/jasa.
Dokumen ini merupakan dokumen yang digunakan untuk mendukung permintaan pengeluaran kas.
b. Cek
Dari sudut sistem informasi akuntansi cek merupakan dokumen yang digunakan untuk memerintahkan melakukan pembayaran sejumlah uang kepada orang atau organisasi yang namanya tercantum dalam cek.
c. Voucher
Dokumen ini sebagai permintaan dari yang memerlukan pengeluaran kepada fungsi akuntansi untuk membuat kas keluar.

Catatan Akuntansi Yang digunakan dalam Sistem akuntansi pengeluaran kas
a. Jurnal Pengeluaran Kas.
Digunakan untuk mencatat pengeluaran kas.
b. Register Cek.
Register cek digunakan untuk mencatat cek-cek perusahaan yang dikeluarkan untuk pembayaran kreditur atau pihak lain.
(Mulyadi, 1993:515). Catatan akuntansi yang digunakan dalam pegeluaran kas yaitu :
a. Buku pembantu utang
b. Buku jurnal pembelian
c. Buku jurnal pengeluaran uang
d. Remittance advice
(Baridwan, 1998:189).
Berdasarkan kedua teori tersebut, teori dari Mulyadi lebih sesuai dengan PT. xxx.
Pengendalian Intern Pengeluaran Kas.
a. Kebijakan-kebijakan dan prosedur mengenai pemindahan dana harus ditetapkan.
b. Semua pengeluaran harus didukung dengan bukti yang cukup dan disetujui oleh pejabat yang berwenang.
c. Faktur pelanggan atau bukti penerimaan harus diberi tanda untuk mencegah penggunaan kembali.
d. Pembayaran sedapat mungkin harus dilakukan dengan cek.
e. Pengendalian yang ketat atas kontrol tanda tangan harus dilakukan.
f. Tugas-tugas yang berhubungan dengan pengeluaran kas harus dilaksanakan secara terpisah sepanjang dapat dipraktekkan.
g. Cek harus dilindungi dari usaha penyalah gunaan.
h. Pembayaran kas dalam jumlah kecil harus dilakukan kas kecil yang dioperasikan dengan mempergunakan sistem imprest.
i. Pengeluaran melalui kas kecil harus dilakukan untuk tujuan yang telah ditentukan dan didukung dengan bukti –bukti yang cukup.
1. Pembayaran hanya terbatas untuk pembelian barang atau jasa yang telah dipesan, diterima dan disahkan pembayarannya.
2. Dari sudut pengendalian fungsi pembayaran dibagi dalam tiga tahap yaitu:
a. Pembuatan Cek
Pembuatan cek untuk pembayaran baru dilakukan setelah mendapat otorisasi pembayaran yang didukung oleh bukti transaksi yang telah disahkan oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
b. Penandatanganan cek.
Penandatanganan cek harus memperhatikan beberapa hal antara lain : (1) Pejabat yang berwenang menandatangani cek harus terpisah dari fungsi pengurusan cek. (2) Cek baru ditandatangani setelah diisi secara lengkap. (3) Bukti-bukti yang mendukung pembayaran harus diserahkan supaya bisa diteliti lagi. (4) Pejabat yang berwenang untuk menandatangani cek sebaiknya memiliki pengetahuan luas tentang sifat usahanya, sehingga pembayaran yang tidak biasa, bisa segera diteliti lebih lanjut.

c. Pengiriman cek yang telah ditandatangani.
Pengiriman cek yang telah ditandatangani harus diawasi dengan tujuan untuk memperoleh kepastian cek tersebut betul-betul untuk pembayaran pada pihak ketiga dan bukan pembayaran yang fiktif (Tunggal , 1995:81-82).

Bagan Alir Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas meliputi sebagai berikut :
1. Bagan alir tugas bagian utang.
2. Bagan alir tugas bagian keuangan (Kasir).
3. Bagan alir tugas bagian akuntansi.


2. Sistem Dana Kas Kecil
Dana Kas Kecil adalah uang kas yang disediakan untuk membayar pengeluaran – pengeluaran yang jumlahnya relatif kecil dan tidak ekonomis bila dibayar dengan cek (Baridwan, 2000:88). Dana kas kecil adalah dana yang digunakan untuk pembayaran-pembayaran dalam jumlah kecil (Widjajanto, 2001:484).
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Kas Kecil adalah uang yang disediakan untuk pengeluaran yang sifatnya kecil.
Sistem dana kas kecil dapat diselenggarakan dengan dua metode yaitu : Sistem Saldo Berfluktuasi (fluctuating-fund-balance system) dan Imprest Sistem.
Dokumen Yang Digunakan Dalam Sistem Dana Kas Kecil yaitu :
1. Bukti Kas Keluar.
2. Cek
3. Permintaan Pengeluaran Kas Kecil.
4. Bukti Pengeluaran Kas Kecil.
5. Permintaan Pengisian Kembali Dana Kas kecil
Catatan Akuntansi Yang Digunakan Dalam Sistem Dana Kas Kecil.
1. Jurnal Pegeluaran Kas.
Dalam sistem dana kas kecil, catatan akuntansi ini digunakan untuk mencatat pengeluaran kas dalam pembentukan dana kas kecil dan dalam pengisian kembali dana kas kecil.


2. Register Cek.
Dalam sistem dana kas kecil catatan akuntansi ini digunakan untuk mencatat cek perusahaan yang dikeluarkan untuk pembentukan dan pengisian kembali dana kas kecil.
3. Jurnal Pengeluaran Dana Kas Kecil.
Untuk mencatat transaksi pengeluaran dana kas kecil diperlukan jurnal khusus. Jurnal ini sekaligus berfungsi sebagai alat distribusi pendebetan yang timbul sebagai akibat pengeluaran dana kas kecil.
Fungsi Yang Terkait dalam Sistem Dana Kas Kecil.
1. Fungsi Kas
Fungsi ini bertanggung jawab dalam mengisi cek, memintakan otorisasi atas cek, dan menyerahkan cek kepada pemegang dana kas kecil pada saat pembentukan dana kas kecil pada saat pengisian kembali dana kas kecil.
2. Fungsi Akuntansi.
Dalam sistem dana kas kecil fungsi akuntansi bertanggung jawab atas : Pencatatan pengeluaran kas kecil yang menyangkut biaya dan persediaan, pencatatan transaksi pembentukan dana kas kecil, pencatatan pengisian kembali dana kas kecil dalam jurnal pengeluaran kas atau register cek, pencatatan pengeluaran dana kas kecil dalam jurnal pengeluaran dana kas kecil (dalam fluctuating-fund-balance system), pembuatan bukti kas keluar yang memberikan otorisasi kepada fungsi kas dalam mengeluarkan cek.
3. Fungsi Pemegang Dana Kas Kecil.
Fungsi ini bertanggung jawab atas penyimpanan dana kas kecil, pengeluaran dana kas kecil sesuai dengan otorisasi dari pejabat tertentu yang ditunjuk, dan permintaan pengisian kembali dana kas kecil.
4. Fungsi Pemeriksa Intern.
Fungsi ini bertanggung jawab atas penghitungan dana kas kecil secara periodik dan pencocokan hasil penghitungannya dengan catatan akuntansi.
(Mulyadi, 1993:532-537).






2.3 KERANGKA PEMIKIRAN
Sistem Akuntansi terdiri dari penerimaan kas dan pengeluaran kas. Penerimaan kas berasal pelunasan piutang dari debitur yang telah memakai jasa PT. xxx. Selain itu juga berasal dari pendapatan sewa peralatan dan pendapatan bunga yang merupakan pendapatan di luar usaha. Dalam penerimaan kas meliputi prosedur penerimaan kas, fungsi yang terkait, dokumen, catatan akuntansi serta penngedalian intern. Sedangkan pengeluaran kas digunakan untuk pembayaran utang, biaya operasional, dan pengeluaran lain-lain. Dalam sistem pengeluaran terdiri dari prosedur pengeluaran kas, Fungsi yang terkait, dokumen, catatan akuntansi, serta pengendalian intern. Dengan adanya sistem akuntansi penerimaan dan pengeluaran yang baik dan benar maka perusahaan akan bekerja lebih efisien.




Gambar 1 : Kerangka Pemikiran



BAB III
METODE PENELITIAN



Agar penelitian ini bisa tercapai maka diperlukan metode-metode tertentu dalam memperoleh data.
3.1 Lokasi Penelitian
Dalam kajian ini penelitian dilakukan di PT xxx yang beralamat di Jl. Benda Prapatan Embeh Cikiwul Pkl 2 No. 39 Bantar Gebang – Bekasi Jawa Barat.

3.2 Objek Kajian
1. Prosedur penerimaan dan pengeluaran kas.
2. Fungsi yang terkait dalam sistem penerimaan dan pengeluaran kas.
3. Dokumen yang digunakan dalam sistem penerimaan dan pengeluaran kas.
4. Catatan akuntansi yang digunakan dalam sistem penerimaan dan pengeluaran kas.
5. Unsur pengendalian intern penerimaan dan pengeluaran kas.

3.3 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam kajian ini digunakan berbagai metode pengumpulan data sebagai berikut :
3.3.1 Metode Observasi
Metode observasi yaitu pengamatan secara langsung ke objek penelitian (Arikunto, 1996:146). Peneliti melakukan pengamatan langsung ke PT. xxx.
3.3.2 Metode Wawancara
Wawancara adalah mengajukan pertanyaan kepada terwawancara (Arikunto, 1996:145). Dalam hal ini peneliti mengajukan sejumlah pertanyaan kepada pihak PT xxx mengenai hal-hal yang berhubungan dengan penerimaan dan pengeluaran kas.

3.3.3 Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger agenda dss (Arikunto, 1997:236). Dalam hal ini peneliti mempelajari profil perusahaan untuk mengetahui sejarah berdirinya perusahaan, bidang usaha, serta mempelajari dokumen atau bukti transaksi yang digunakan dalam penerimaan maupun pengeluaran kas pada PT. xxx.

3.4 Analisis data
Analisis data adalah cara-cara mengolah data yang terkumpul untuk kemudian dapat memberikan interpretasi dalam pengelolaan data ini yang digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan.
Data-data yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diteliti (Nazir, 1983:63).


DAFTAR PUSTAKA


Al. Haryono Yusuf. 1999 Pengantar Akuntansi. Jakarta:Salemba Empat.

Arikunto, Suharsimi.1996 Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:Rineka Cipta.

Baridwan, Zaki. 2000 Intermediate Accounting.Yogyakarta:BPFE.

____________. 1998 Sistem Akuntansi Penyusunan Prosedur dan Metode. Yogyakarta:BPFE.

Depdikbud. 1991 Sistem Akuntansi. Jakarta:Salemba Empat.

Mulyadi. 1993 Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.

_______. 2001 Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat.

Nazir,M. 1983 Metode penelitian. Jakrta: Ghalia Indonesia.

Nurchamid, Tafsir. 1989 Sistem Akuntansi II. Jakarta Karunika.

Soemarso, S.R. 1999 Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

Tunggal, A.W. 1995 Struktur Pengendalian Intern. Jakarta: Rineka Cipta.

Widjajanto Nugroho. 2001 Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Erlangga.

journal.uii.ac.id/index.php/Snati/article/view/1472/1253

Senin, 22 Maret 2010

Riset Deskriptif

ANALISIS ORIENTASI PASAR KEARAH KEUNGGULAN KINERJA RUMAH SAKIT DI KOTA DAN KABUPATEN MALANG

Sunardi
Mahasiswa Progtram Magister Manajemen, PPSUB
Fatchi
Dosen Fakultas Ekonomi, Unibraw
Syafi'ie Idrus
Dosen Fakultas Ekonomi, Unibraw


ABSTRAK

Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan usaha yang sangat strategis dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia, melihat kondisi yang penting dan strategis dalam masalah kesehatan ini, maka diperlukan pembangunan fasilitas, sistem manajemen dan pelaksanaan yang memadai di Rumah Sakit yang merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional dituntut untuk meningkatkan kualitas penyediaan fasilitas, pelayanan dan kemandirian. Permasalahan dalam penelitian ini adalah : Apakah Rumah Sakit di Kota dan Kabupaten Malang sudah berorientasi pasar yang berfokus pada pelanggan, serta bagaimanakah kondisi kinerja Rumah Sakit yang berfokus pada pelanggan, pesaing, koordinasi antar fungsi ,fokus jangka panjang serta pertumbuhan menyeluruh.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui bentuk-bentuk orientasi pasar di Rumah Sakit Kota dan Kabupaten Malang, serta untuk mengetahui kinerja Rumah Sakit berdasarkan orientasi pasarnya.Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan keputusan manajerial dalam upaya mengadakan perubahan -perubahan organisasi serta sebagai bahan referensi guna penelitian lanjutan, khususnya di sektor Rumah Sakit.
Lokasi penelitian ditetapkan di Kota dan kabupaten Malang. Populasi penelitian adalah 91 pimpinan Rumah Sakit, dan pengambilan populasi dilakukan secara sensus. Analisis yang digunakan adalah Kluster untuk mengelompokkan responden untuk menjadi homogen, serta Manova dengan uji peringkat ganda Duncan untuk menguji kinerja Rumah Sakit kinerja Rumah Sakit ketika berhubungan dengan orientasi pasar.
Hasil penelitian, menunjukkan bahwa : (1). Fokus pada pelanggan sebesar 9,09 % Rumah Sakit, penekanan tertinggi pada pelanggan dari empat kelompok lainnya, fokus pesaing dibawah rata-rata pada kelompok tersebut, kinerja tertinggi pada tingkat hunian, serta kinerja terendah pada keberhasilan jasa baru. (2). Fokus Komprehenship menunjukkan 36,36 % Rumah Sakit, penekanan pada pelanggan, pesaing serta koordinasi antar fungsi, kinerja tertinggi pada kontrol biaya operasi dan kinerja terendah pada keberhasilan jasa baru. (3). Fokus pada koordinasi antar fungsi,menunjukkan 22,73 % Rumah Sakit, penekanan tertinggi pada koordinasi antar fungsi dari kelompok lainnya,fokus pesaing dibawah rata-rata pada kelompok tersebut, kinerja tertinggi pada tingkat hunian, kinerja terendah pada pertumbuhan pendapatan menyeluruh.(4) Fokus tidak berkembang, menunjukkan 31,82 % Rumah Sakit, penekanan tertinggi pada fokus jangka panjang dari keempat kelompok lainnya, fokus pesaing dibawah rata-rata pada kelompok tersebut, kinerja tertinggi pada tingkat hunian, serta kinerja terendah gross profit margin.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan usaha yang sangat strategis dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia baik fisik maupun mental yang akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas manusia Indonesia sebagai obyek dan pelaku pembangunan. Melihat penting serta strategisnya masalah kesehatan ini, maka diperlukan pembangunan fasilitas, sistem manajemen dan pelaksanaan yang memadai. Peningkatan pembangunan kesehatan bukan semata-mata tangggungjawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh masyarakat, khususnya yang berperan dalam penyediaan sarana dan pengolahan jasa menyesuaikan dengan perubahan tersebut agar mereka tetap eksis pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit yang merupakan bagian dari sistem kesehatan nasional dituntut untuk meningkatkan kualitas penyediaan fasilitas, pelayanan dan kemandirian. Dengan demikian rumahsakit merupakan salah satu pelaku pelayanan kesehatan dalam bentuk badan usaha yang kompetitif harus dikelola oleh pelaku yang mempunyai jiwa wirausaha yang mampu menciptakan efisiensi, keunggulan dalam kualitas dan pelayanan, keunggulan dalam inovasi serta unggul dalam merespon kebutuhan pasien.
Dengan perkembangan yang ada , Rumah Sakit telah masuk kedalam suatu industri pelayanan kesehatan yang kompetitif sehingga Rumah Sakit harus berusaha untuk selalu mengetahui posisi dirinya dalam persaingan, dengan demikian para pengelola Rumah Sakit harus merespon terhadap perubahan lingkungan dengan menggunakan pendekatan manajemen pemasaran strategis . Seiring dengan perubahan ini mulai menerapkan strategi pemasaran pada orgainisasi mereka, namun timbul suatu fenomena yaitu sulitnya mengukur kinerja pada industri Rumah Sakit yang bersangkutan ketika mereka berorientasi pada pasar.

2. Perumusan Masalah
a. Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka masalah penelitian dapat dirumuskan Apakah Rumah Sakit di kota dan kabupaten malang sudah menerapkan orientasi pasar yang berfokus pada pelanggan?
b. Bagaimanakah kondisi kinerja Rumah Sakit yang berorientasi pasar yang berfokus pada pelanggan, pesaing, koordinasi antar fungsi, fokus jangka panjang serta peartumbuhan pendapatan menyeluruh.

3. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah tersebut diatas, penelitian ini bertujuan :
a. Untuk mengetahui bentuk-bentuk orientasi pasar di Rumah Sakit Kota dan Kabupaten Malang.
b. Untuk mengetahui kinerja Rumah Sakit berdasarkan orientasi pasar.

4. Hipotesis
1. Diduga Rumah Sakit di Kota dan Kabupaten sudah menggunakan orientasi pasar pada operasionalnya
2. Diduga Rumah Sakit yang menggunakan orientasi pasar fokus pada pelanggan mempunyai kinerja yang lebih unggul dibandingkan dengan rumah sakit yang menggunakan komponen orientasi pasar lainnya.


METODE PENELITIAN

1. Ruang lingkup penelitian dan lokasi penelitian

Yang dilakukan lebih mudah untuk dilaksanakan.Penetapan ruang lingkup penelitian ini ditentukan oleh jangkawaktu penelitian,dana penelitian, data yang tersedia dan tujuan penelitian.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Kota dan Kabupaten Malang, tentunya lokasi penelitian ini merupakan lokasi yang strategis untuk meneliti industri Rumah Sakit.

2. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang dapat terdiri dari benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu didalam suatu penelitian. Populasi target adalah pimpinan dari dua puluh Rumah Sakit dilakukan secara sensus.

3. Metode pengumpulan data

3.1. Data primer
Penelitian dengan mendapatkan data yang kongkrit dan actual langsung dari sumbernya yaitu pimpinan Rumah Sakit.

Metode Survey
Metode survey untuk memperoleh informasi didasarkan pada upaya memberikan tanggapan pertanyaan responden.Para pimpinan Rumah Sakit ditanyai berbagai hal yang berkaitan dengan kebijakkan terhadap Rumah Sakit yang dipimpinnya.

Observasi
Metode observasi merupakan jenis metode kedua yang dipakai dalam riset deskriptif, obvervasi meliputi pencatatan terhadap kebijakan pimpinan, obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa secara sistematis guna mendapatkan data.

3.2. Data sekunder
Data sekunder internal yang meliputi laporan data tentang profil Rumah Sakit yang ada di kota dan kabupaten, serta jumlah Rumahsakit yang diperoleh dari Departemen Kesehatan.

4. Definisi operasional

Orientasi pasar adalah pemahaman yang mencukupi terhadap target seorang pasien agar mampu menciptakan nilai tambah bagi mereka secara berkelanjutan.
Kinerja Rumah Sakit adalah kemampuan Rumah Sakit untuk menghasilkan pendapatan, pengembangan jasa baru serta kemampuan untuk mengontrol pengeluaran operasional yang digunakan untuk pengukuran efisiensi dan keuntuntungan pada pelayanan fasilitas yang baru dalam mengalokasikan modal untuk peluasan usaha serta kesuksesan dalam mempertahankan pasien



5. Analisis Data
Dalam analisis data menggunakan Cluster dengan alasan bahwa setiap kelompok mempunyai sifat yang sama atau kelompok berbeda dari yang lain. Dengan menggunakan analisis cluster maka bentuk orientasi pasar yang berbeda pada tiap-tiap Rumahsakit akan teridentifikasi dan selanjutnya dapat dibandingkan dengan menggunakan analisa varian MANOVA dengan uji peringkat ganda Duncan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Gambaran umum Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya, pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik rumah sakit yang pada awalnya hanya memberi pelayanan yang bersifat penyembuhan terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayanan rumah sakit kemudian bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan (teknologi kedokteran) dan peningkatan pendapatan serta pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan rumah sakit saat ini tidak hanya bersifat penyembuhan tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitasi) yang dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan dan pencegahan.

2. Analisis Clustering
Langkah pertama analisis data untuk menjawab permasalahan dan menguji hipotesis, adalah mengelompokkan sampel berdasarkan homoginitas karakteristik Rumah Sakit Norusis, (1986 : B.71). Dua puluh dua Rumah Sakit dikelompokkan berdasarkan orientasi pasarnya menjadi 4 variabel yaitu, orientasi pelanggan, komprehenship, koordinasi antar fungsi serta tidak berkembang.

Tabel 1. Bentuk-bentuk orientasi pasar.

Komponen Orientasi Pasar Campuran Orientasi Pasar Total F-value
I II III IV
Orientasi Pelanggan 5,27* 5,35* 3,57 2,69 4,22 52,85
Orientasi Pesaing 3,32 5,02* 3.00 2,46 3,36 104,24
Koordinasi antar fungsi 4,73 5,22* 3,87* 2,68 4,11 101,15
Fokus Jangka Panjang 4,97 5,17* 3,37 2,72* 4,06 83,83
Orientasi Pertumbuhan 4,10 4,95 3,21 2,70* 3,74 45,80
Rata-rata Total 4,47 5,14 3,40 2,65 3,89
Kelompok Rumah Sakit 2 8 12 22
Persentase Sampel 9,09 36,36 54,55, 100
Sumber : Data primer diolah
Keterangan : * : Nilai tertinggi dari rata-rata kelompok/cluster
3. Uji Validitas
Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan terhadap bentuk-bentuk orientasi pasar dapat dinyatakan valit dan reliabel ,karena semua komponen bentuk orientasi pasar mempunyai tingkat keandalan antara 0,90 sampai dengan 93, sedangkan tingkat ketepatan antara 0,81 sampai dengan 0,92, dan untuk semua kreteria kinerja mempunyai tingkat keandalan sebesar 0,98 dengan tingkat ketepatan sebesar 0,79 sampai dengan 0,96, dengan demikian dapat digunakan sebagai instrumen dalam mengukur variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

4. Orientasi Model
Kelompok I, sekitar 9 % ( 2 RS ) dari dua puluh dua Rumah Sakit yang dijadikan sampel menyesuaikan diri dengan sifat-sifat kelompok I , yang digambarkan sebagai “ berfokus pada pelanggan “. Rumah Sakit pada kelompok ini mengarahkan penekanan pada orientasi pelanggan dengan skor rata-rata 5,27.
Kelompok II, kelompok II yang diklasifikasikan sebagai “ kelompok menyeluruh/komprehenship “ yang merupakan kelompok terbesar yaitu mencapai 8 Rumah Sakit dari total sampel sebanyak 22 Rumah Sakit,
Kelompok III, sekitar 23 % dari Rumah Sakit yang masuk dalam kelompok ini memfokuskan pada “ koordinasi antar fungsi “. Kelompok ini dikarekteristikkan karena nilai rata-rata tertinggi sebesar 3,87 % pada koornasi antar fungsi.
Kelompok IV, kelompok ini digambarkan sebagai kelompok tidak berkembang, karena Rumah Sakit yang masuk dalam kelompok ini skor rata-rata secara keseluruhan adalah yang terendah untuk masing-masing item dari 5 komponen orientasi pasar.

5. Perbedaan Kinerja

Peneliti mengukur kinerja pada tigabelas kreteria ketika dihubungkan dengan bentukan orientasi pasar, adapun kreteria kinerja antara lain : pertumbuhan menyeluruh pada unit jasa yang berbeda, pertumbuhan dalam keseluruhan pendapatan, cash flow, return on capital, gross profit margin, laba bersih keseluruhan dari berbagai jasa, return on invesment, kemampuan dalam mempertahankan pasien, keberhasilan dalam produk baru, tingkat hunian, kontrol biaya operasi, kontrol biaya administrasi, sedangkan bentukkan orientasi pasar antara lain : orientasi pelanggan, berorientasi pada komprehenship, koordinasi antar fungsi serta pada kelompok tidak berkembang. Didalam menentukan hubungan bentukan orientasi pasar terhadap tingkat kinerja pada Rumah Sakit, peneliti menggunakan manova dengan uji peringkat ganda Duncan guna untuk mengetahui perbedaan antar kelompok pada tingkat signifikasi p < 0,05 dan analisa Univariate menunjukkan suatu perbedaan yang signifikan antara tiga belas kreteria kinerja seluruhnya untuk keempat bentuk orientasi pasar keseluruhan, seperti yang ditampilkan pada tabel 2.
Pada kelompok yang beorientasi pada pelanggan (kelompok 1) menunjukkan hasil kinerja yang tertinggi pada tingkat hunian (26,00), kemampuan dalam mempertahankan pasien sebesar 22,00 serta mepunyai tingkat kinerja yang terendah terletak pada keberhasilan pada produk baru, yaitu sebesar 8,54. Mengingat Rumah Sakit yang berorientasi pada pelanggan adalah organisasi yang membuat setiap usahanya untuk merasakan, melayani dan memuaskan kebutuhan serta keinginan pasien serta masyarakat dengan batasan anggarannya. Andreasen ( 1995 : 54 ) . Dari kenyataan ini menunjukkan bahwa bagi Rumah sakit yang berorientasi pada pelanggan bahwa tingkat kinerja sebesar 26,00 merupakan keunggulan yang bisa dijadikan kunci kesuksesan strateginya.

Tabel 2 :Analisis Manova dengan uji perikat ganda Duncan

BENTUK ORIENTASI PASAR
Kriteria Kinerja Orientasi Pelanggan Komprehensif Koordinasi antar fungsi Tidak
berkembang F-value Group Difference
I II III IV
Pertumbuhan pendapatan menyeluruh pada unit jasa yang berbeda 13,96 20,52 6,77 8,05 10,48** 1-3,2-3,2-4
Pertumbuhan pendapatan keseluruhan 20,37 19,77 5,91 8,47 8,64 * 1-3,1-4,2-3,2-4
Cash flow 17,04 22,27 7,59 7,68 15,48 * 1-3,1-4,2-3,2-4
Return on capital 11,71 17,48 7,85 7,83 7,60 ** 1-3,1-4,2-3,2-4
Gross profit margin 15,87 19,98 6,28 6,14 13,06 * 1-3,1-4,2-3,2-4
Laba bersih keseluruhan dari berbagai jasa 11,66 17,40 6,29 6,89 8,09 ** 1-3,1-4,2-3,2-4
Return on invesment 12,21 17,39 7,07 7,65 9,64 ** 1-3,1-4,2-3,2-4
Kemampuan untuk mempertahankan pasien 22,00 22,33 10,78 9,93 10,97 * 1-3,1-4,2-3,2-4
Keberhasilan jasa baru 8,54 13,80 7,51 8,27 6,27 * 1-2,2-3,2-4
Memperkenalkan jasa-jasa baru 10,12 14,72 6,56 7,39 13,89 * 1-2,2-3,2-4
Tingkat hunian 26,00 22,63 14,04 13,31 4,72 ** 1-3,1-4,2-3,2-4
Kontrol biaya operasi 21,29 24,01 10,69 11,79 5,96 ** 1-3, 1-4,2-3,2-4
Kontrol biaya administrasi 13,79 19,45 8,20 9,28 7,02 ** 1-3,1-4,2-3,2-4
Sumber : data primer diolah. Keterangan : ** P < 0,1; * P < 0,05


Kelompok komprehenship, pada kelompok ini hampir semuanya kinerjanya unggul jika dibandungkan dengan kelompok lainnya, kecuali dalam hal pertumbuhan dalam pendapatan menyeluruh yang hanya sebesar 19,77, sedang pada kelompok yang berorientasi pad pelanggan mempunyai tingkat kinerja sebesar 20,37. Sedangkan pada kelompok ini terdapat tingkat kinerja yang paling rendah pada tingjkat keberhasilan produk baru yang hanya sebesar 13,80.
Kelompok koordinasi antar fungsi, pada kelompk koordinasi antar fungsi tidak mempunyai kenguulan kinerja terhadap kelompok lainnya, namun pada kelompok ini dapat memanfaatkan keberhasilan dalam tingkat hunian yang mempunyai kinerja sebesar 14,04 sebagai upaya untuk mempertahankan keberadaannya. Disamping itu pada kelompok ini juga berupaya untuk mendapatkan efisiensi pada pengeluaran biaya operasi serta berupaya untuk dapt mempertahankan pasien dan dilain pihak pada kelopok koordinasi antar fungsi juga mempunyai kinerja yang paling rendah terdapat pada pertumbuhan dalm keseluruhan pendapatan yang hanya sebesar 5,91.
Kelompok tidak berkembang, seperti hal pada kelompok koordasi antar fungsi, pada kelompok yang tidak berkembang juga mempunyai tingkat kinerja yang lebih rendah jika dibandingkan dengan ketiga kelompok lainnya, dimana pada kelompok tidak berkembang ini kurang mempunyai informasi unggulan jika dibandingkan dengan kelompok lainnya. Namun karena pada kelompok ini tingkat kinerja yang tertinggi pada keberhasilan mereka dalam mengontrol biaya operasi dan juga terhadap keberhasilan dalam tingkat huniannya.

6. Uji Hipotesis
Untuk menguji hipotesis yang telah diajukan, digunakan dua alat analisis yaitu : Anova untuk menguji bentuk-bentuk orientasi pasar serta Manova untuk menguji tingkat kinerja. Dari hasil anova dapat diketahui bahwa Rumah Sakit di kota dan kabupaten malang yang berorientasi pada pelanggan hanya sebesar 9,09 % sedangkan 36,36 % menggunakan orientasi komprehenship, 22,73 % berorientasi pada koordinasi antar fungsi serta 31,82 % berfokus pada tidak berkembang , dengan demikian hipotesis pertama tidak terbukti,karena Rumah Sakit di kota dan kabupaten malang yang berfokus pada pelanggan lebih kecil jika dibandingkan dengan ketiga fikus yang lainnya.
Dari hasil manova menunjukkan bahwa pada tingkat signifikasi 5 % untuk kriteria kinerja keberhasilan jasa-jasa baru dan memperkenalkan jasa-jasa baru ternyata orientasi pasar yang berfokus pada pelanggan mempunyai kinerja yang lebih rendah . Namun dilain pihak kriteria kinerja orientasi pelanggan munujukkan jasil yang lebih tinggi dari kelompok koordinasi antara fungsi maupun kelompok tidak berkembang,dengan demikian hipotesis kedua terbukti.


KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Hasil penelitian tentang otrientasi pasar kearah strategi yang sukses yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Rumah Sakit yang berfokus pada pelanggan mempunyai informasi unggulan tentang kebutuhan-kebutuhan pelanggan ( pasien ) yang terus berubah dan menggunakan keunggulan kompetitif ini untuk mempertahankan hunian.
b. Bahwa suatu orientasi komprehensif yang mengarahkan kinerja unggulan pada efisiensi penggunaan biaya operasi dengan disertai kemampuannya bahwa Rumah Sakit yang masuk dalam kelompok ini kurang keberhasil dalam dalam mempertahankan tingkat hunian.
c. Koordinasi antar fungsi, pada kelompok yang berorientasi pada koordinasi antar fungsi juga memberikan tekanan pada orientasi pelanggan serta pada fokus jangka panjang.
Kelompok tidak berkembang mempunyai tingkat kinerja yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok lainya.

2. Saran-saran
a. Jika Rumah Sakit berorientasi pada pelanggan (paisen), maka yang perlu diperhatikan adalah kemampuan dalam memperoleh informasi kebutuhan pasien, informasi ini dapat diperoleh dari kotak saran maupun dari surat pembaca di surat kabar.
b. Pada kelompok komprehenship , walaupun memperoleh skor kinerja yang lebih tinggi dari kelompok lainnya namun yang perlu diperhatikan adalah mengoptimalkan tingkat hunian dengan disertai pengendalian biaya agar pertumbuhan pendapatan menyeluruh bisa lebih tinggi.
c. Pada koordinasi antar fungsi dan kelompok yang tidak berkembang perlu mempertahankan tingkat hunian dengan disertai pengontrolan biaya operasi ,dengan harapan terdapat efisiensi serta dapat meningkatkan pendapatan pada unit –unit jasa yang berbeda, mengingat dengan telah dikeluarkannya keputusan presiden no. 40 tahun 2001 merupakan peluang untuk lebih aktif dalam mengelola organisasi.


DAFTAR PUSTAKA

Faucet (1994), New Devolopment In Performance Measures of Public Programmes, International Journal of Public Sector Management, Volume 7
Genest ( 1995 ), The Public Service in Competitive Worl, Optimum,Volume 26
Kohli&Bernard (1990),Market Orientation The Construct,research propositions, and managerial implication, Journal of Marketing
Kumar, Kamalesh ( 1997 ), Performance-Oriented : Toward a Succesful Srategy, Jornal Of Management Strategy, hal.10-20
Lopez ( 1982 ), A Test Of The If- Consistency Theory Job Performance Satisfaction Relationship, Academi of Management Journal
Lonial , Raju ( 1995 ), Market Orientation and Performance in The Hospital Industry, Jornal Of Management Strategy, hal. 34-41
Pearce & Robinson ( 1997 ), Manajemen Strategi, Formulasi,Implementasi dan pengedalian, Bina Rupa Akasara, Jakarta
Sujudi dan Sumartini (1997). Prinsip-Prinsip Manajemen Rumah Sakit, UGM,Yogyakarta
Slater, Stanley (1994 ). Does Competitive Enviroment Moderate The Market Orientation Oerformance Relationship, Journal Of Marketing, hal. 46-55